Senin, 06 Januari 2014

Apa Itu Kelender Masehi???

Oleh Ismail
KALENDER adalah sistem pengorganisasian waktu-waktu untuk tujuan penandaan serta perhitungan waktu dalam jangka panjang (Susiknan Azhari, 2008). Kalender sangat erat kaitannya dengan peradaban manusia, dikarenakan semua aspek kehidupan manusia tergantung pada waktu. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa berinteraksi dengan lainnya. Dalam ruang lingkup kecil saja, jika dua orang yang akan bertemu untuk suatu keperluan, maka akan sangat sulit dilaksanakan tanpa adanya sebuah kelender yang bisa digunakan sebagai patokan janji mereka.
Secara umum ada tiga jenis kalender yang dipakai umat manusia: Pertama, Kalender Solar yaitu kalender yang didasari pada matahari seperti kalender Masehi; Kedua, Kalender Lunar yaitu kalender yang didasari pada bulan seperti kalender Hijriyah, dan; Ketiga, Kalender Lunisolar yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari seperti kalender Imlek dan Saka. Semua kalender pastilah tidak sempurna, sebab jumlah hari dalam setahun tidak bulat. Untuk memperkecil kesalahan, harus ada tahun-tahun tertentu yang dibuat sehari lebih panjang (kabisat). Tulisan ini lebih menitikberatkan pada kalender Masehi dengan rangkaian sistem dan sejarahnya.
 Sebagai referensi
Sistem kalender Masehi ini kebanyakan dipakai sebagai referensi untuk kegiatan sehari-hari yang bukan ibadah. Kalender Masehi dihitung berdasarkan perjalanan Bumi dalam melakukan revolusi penuh mengelilingi matahari selama 365,256 hari. Jumlah hari ini sedikit lebih banyak ketimbang kalender Hijriyah, dimana kalender Hijriyah yang berpatokan pada posisi bulan mengelilingi bumi dalam setiap bulan 29,53059 hari. Apabila dikalikan dengan 12 bulan, maka jumlah hari bulan Hijriyah dalam setahun 354,36708 hari.
Secara sederhana bisa dipastikan dalam setiap tahun 11 hari lebih panjang kalender Masehi ketimbang kalender Hijriyah. Hal ini sangat terkesan pada bulan Ramadhan yang selalu tidak sama dengan bulan Masehi pada setiap tahunnya. Yang lebih ironisnya apabila orang mengeluarkan zakat atas perhitungan kalender Masehi. Bila kita berpegang pada pendapat, hitungan tahun zakat harus dengan kalender Hijriyah, maka dalam setiap 30 tahun mengeluarkan zakat dengan kalender Masehi akan terdapat 1 tahun ia tidak berzakat karena dalam setiap satu tahun kalender Masehi ada 11 hari yang terabaikan.
Kalau dilihat dari sejarahnya, maka kita akan menemukan bahwa kalender Masehi merupakan penyempurnaan dari kalender Julian (kalender yang disahkan oleh Julius Caesar pada 45 SM), dimana orang pertama kali mengusulkan untuk perubahan adalah Aloysius Lilius dari Napoli Italia, usulan ini disetujui oleh Paus Gregorius XIII pada 24 Pebruari 1582. Usulan ini muncul karena kalender Julian dinilai kurang akurat, sebab permulaan musim semi (21 Maret) semakin maju sehingga perayaan Paskah yang sudah disepakati sejak Konsisli Nicea I pada tahun 325 tidak tepat lagi. Pada 5 Oktober 1582 selisih hari sudah mencapai 10 hari. Untuk mensterilkan pergeseran waktu yang begitu jauh, maka paus Gregorius XIII melalui sidang paripurna menetapkan pada 5 Oktober 1582 bahwa besok (seharusnya 6 Oktober 1582) menjadi 15 Oktober 1582.
Setelah kalender Masehi ini ditetapkan, tidak semua Negara menggunakannya. Rusia, misalnya, baru menggunakannya pada 1918. Lambat laun kalender Masehi digemari oleh penduduk dunia dan dijadikan sebagai kalender resmi negara masing-masing dengan alasan: Pertama, mudah dalam menentukan waktu dan tanggal, dalam artian kalau di Grenwich 1 Januari 2014 terjadi pada Rabu, maka di seluruh dunia tanggal tersebut pun jatuh pada hari yang sama. Dalam kalender ini pergantian hari dimulai pada pukul 00.00 (jam 12.00 malam). Dan setelah lewat jam tersebut maka sudah masuk pagi hari berikutnya.
Kedua, mudah dalam menentukan garis tanggal internasional (international date line) yang berfungsi untuk menentukan di mana dan kapan suatu tanggal dan hari dimulai. Garis ini terletak di Lautan Pasifik pada Garis Bujur 180 derajat. Garis ini tidak lurus mengikuti garis bujur tersebut dari Utara ke Selatan, melainkan pada tempat tertentu membelok. Belokan yang paling mencolok adalah ketika melewati kepulauan Kiribati Pasifik tengah (Syamsul Anwar, Problematika Hisab Rukyat, hal. 120). Atas dua dasar inilah kemungkinan besar kalender Masehi menjadi kalender resmi di kebanyakan negara termasuk Indonesia.
 Nama-nama bulan
Kalender Masehi menetapkan jumlah bulan dalam satu tahun 12 bulan dengan jumlah hari yang tetap sebagaimana pada Julian, yaitu: Januari (bulan ke-1) dalam tahun Masehi, berasal dari nama Dewa Janus (dewa bermuka dua), yang satu menghadap ke depan dan satunya lagi menghadap ke belakang yang disebut juga sebagai Dewa Pintu; Februari (bulan ke-2) berasal dari nama dewa Februus, Dewa Penyucian; Maret (bulan ke-3) berasal dari nama Dewa Mars (Dewa Perang). Pada mulanya, Maret merupakan bulan pertama dalam kalender Romawi, lalu pada tahun 45 SM Julius Caesar menambahkan bulan Januari dan Februari di depannya sehingga menjadi bulan ketiga;
April (bulan ke-4) berasal dari nama Dewi Aprilis (bahasa Latin: Aperire) yang berarti “membuka”. Diduga kuat sebutan ini berkaitan dengan musim bunga dimana kelopak bunga mulai membuka. Juga diyakini sebagai nama lain dari Dewi Aphrodite atau Apru, Dewi Cinta orang Romawi; Mei (bulan ke-5) berasal dari nama Dewi Kesuburan Bangsa Romawi, Dewi Maia; Juni (bulan ke-6) berasal dari nama Dewi Juno; Juli (bulan ke-7) bulan lahirnya Julius Caesar, sebab itu dinamakan sebagai bulan Juli.
Sebelumnya bulan Juli disebut sebagai Quintilis, yang berarti bulan kelima dalam bahasa Latin. Hal ini dikarenakan kalender Romawi pada awalnya menempatkan Maret sebagai bulan pertama; Agustus (bulan ke-8) berasal dari nama kaisar Romawi, yaitu Agustus. Pada awalnya, ketika Maret masih menjadi bulan pertama, Maret menjadi bulan keenam dengan sebutan Sextilis; September (bulan ke-9) berasal dari bahasa Latin Septem, yang berarti tujuh. September merupakan bulan ketujuh dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM;
Oktober (bulan ke-10) berasal dari bahasa Latin Octo, yang berarti delapan. Oktober merupakan bulan kedelapan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM; November (bulan ke-11) berasal dari bahasa Latin Novem, yang berarti sembilan. November merupakan bulan kesembilan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM, dan; Desember (bulan ke-12) atau bulan terakhir dari tahun Masehi, berasal dari bahasa Latin Decem, yang berarti sepuluh. Desember merupakan bulan kesepuluh dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM (Ahmad Sabiq, 2010).
Kalau melihat kepada latar belakang kalender Masehi, nama-nama bulannya sangat kental hubungannya dengan kepercayaan paganisme bangsa Romawi. Asal usul kelender ini pun sangat erat dengan agama Kristen. Mungkin atas dasar inilah kebanyakan orang Islam tidak menyukai kalender ini, bahkan sampai ada yang menghukum haram berpedoman kepada kalender Masehi. Aceh misalnya yang identik dengan negeri syariat, akhir-akhir ini sangat tegas melarang masyarakat untuk merayakan tahun baru Masehi walaupun pada kenyataannya di semua instansi pemerintah dan swasta masih menggunakan kalender Masehi yang kadangkala dipadukan dengan kalender Hijriyah.
Kita setuju dengan pelarangan perayaan apa saja dan kapan saja yang tidak sesuai dengan syariat, tetapi kita seharusnya berlaku adil dan bijak. Artinya, kalau memang kita belum mampu menjadikan kalender Hijriyah sebagai pedoman pokok, maka jadikanlah kedua-duanya sebagai khazanah dalam masyarakat kita; Siapkanlah acara-acara yang tidak melanggar syariat untuk masyarakat, mungkin ini lebih baik dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Aceh.
* Tgk. Ismail, S.Sy, Dosen Ilmu Falak pada Sekolah Tinggi Agama slam Negeri (STAIN) Malikussaleh, Lhokseumawe, dan Mahasiswa S2 UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.
Sumber: aceh.tribunnews.com

0 komentar: