Selasa, 07 Januari 2014

ANALISIS KEBIJAKAN PEMDA ACEH BESAR TERHADAP OKP/ORMAS DAN PERAN HIMASPTA

Oleh Sabirin


I.        Gambaran Umum Aceh Besar
KepemimpinanAceh Besar di bawah kendali Bukhari Daud dan Anwar Ahmat memasuki tahun kedua, banyak tantangan, rintangan dan cobaan yang senantiasa mewarnai perjalanan kariernya sebagai pemegang kekuasaan di Kabupaten yang secara geografis berdekatan dengan ibu kota Prov.NAD ini. Sangat inronis memang bila kita berbicara mengenai kebijakan yang telah di tetapkan oleh pemda Aceh Besar, karena mengingat para pengambil kebijakan adalah orang-orang yang sangat tahu apa, dimana dan bagaimana kebutuhan daerah dalam membangun Sumber Daya Manusia yang handal dan pemanfaatan potensi alam yang maksimal sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat Aceh Besar secara khusus dan Nanggroe Aceh Darussalam pada umumnya.
Pemuda adalah salah satu unsur Bangsa yang mestinya mendapatkan pembinaan yang baik, terarah dan terencana dalam mewujudkan cita-cita pembangunan daerah menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Syaratnya adalah peningkatan sumber daya manusia menjadi mutlak untuk dilaksanakan. Media yang digunakan, sarana dan prasarana pendukung serta pembinaan yang sustainable juga tidak bisa dikesampingkan. Sebuah Negara, Provinsi ataupun kabupaten memiliki juklak dan juknis yang jelas dengan titik tekan pada pemenuhan kebutuhan rakyat dan meminimalisir terjadinya kesalahan di tahap pelaksanaa, apalagi di tingkat pengambilan kebijakan.
Lebih mengerucut, kita akan melihat apa kebijakan yang telah di ambil oleh Pemda AcehBesar dalam peningkatan SDM dan pemanfaatan SDA nya. Kita yakin pemerintah telah melakukan yang terbaik untuk masyarakatnya (mungkin itu menurut ‘mereka’), dan kita sangat menghargai itu, namun bagaimana menurut masyarakat sendiri...? Apakah kelemahan yang terjadi di tingkat OKP/ORMAS yang ada di Aceh Besar itu tidak menjadi bukti, betapa kita harus membenah diri dalam membangun daerah tercinta. Siapa yang harus kita salahkan, penulis akan mencoba menarik garis lurus dalam melihat persoalan ini, ternyata, “Kesalahan itu kita lakukan secara berjamaah”. Kemudian timbul lagi pertanyaan, siapa yang paling bertanggung jawab...?, alangkah bijak jika kita dengan berani, memberikan jawaban bahwa saya, kita atau kami yang paling bertanggung jawab serta berkomitmen penuh untuk memperbaikinya dari sekarang. Sosok itu tentunya yang menjadi harapan masyarakat Aceh Besar secara umum.
Kebijakan yang telah ada untuk memberikan bantuan berupa dana untuk OKP/Ormas tertentu apakah akan menjadi masalah dikemudian hari, tentunya ini sudah terjawab dengan sendirinya seiring perjalanan waktu. Yang pasti adalah tidak semua OKP/Ormas yang mendapatkan bantuan itu (apakah ini bentuk keadilan yang baru...!), di sisi yang lain ini akan mematikan kreatifitas OKP/Ormas. Atau mungkin inilah pendidikan (proyek) yang diberikan oleh Pemda (layaknya yang dilakukan oleh beberapa Dinas..., hanya menghabiskan anggaran dan untuk kalangan sendiri saja). Bila ini yang terjadi, apa yang bisa diharapkan dari generasi muda kita (OKP/Ormas), dan penulis sangat yakin sikap kritis, aktif, kreatif, inovatif, bermoral dan berkomitmen tinggi untuk membangun daerah akan jauh dari harapan. Kearifan dan tingkat selektif dalam memilih mana yang bisa di bantu dan mana yang tidak, akan sangat membantu, bukan pada masalah kedekatan ataupun hubungan kekerabatan, apalagi adanya unsur kepentingan. Mari kita berkaca, pantaskah kita disebut abdi masyarakat....!

II.      Peran Pemda Aceh Besar
Pemerintah daerah tingkat II, memiliki perangkat pelaksana yang sudah diatur sedemikian rupa seharusnya mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Salah satu kebijakan Bapak Bupati, Bukhari Daud  untuk mengirim pelajar putus sekolah ke Bandung merupakan langkah maju untuk daerah tercinta ini. sikap berani untuk menghentikan galian C yang telah merusak aliran sungai krueng aceh juga layak di acungi jempol, walaupun terkesan agak terlambat. Praktek illegal loging, masih tetap menjadi maop (antara Nampak dan tidak nampak), semoga terbuka hati kita untuk bersikap tegas terhadap upaya perusakan alam ini. Harapan kita untuk  pak Bupati yang telah kita pilih secara demokratis agar lebih tegas sesuai jalur/aturan yang ada. Sekarang saatnya kita memperjelas antara hitam dan putih. Kebijakan secara umum berada di tangan seorang Bupati dan staff nya, kenapa mesti takut ataupun ragu-ragu dalam bertindak. (semoga argument yang saya sampaikan salah, amien).
Keberadaan wakil bupati membawa nilai positif bagi pemda, dimana akan lebih mudah dalam job description dan bupati tidak merasa sendiri dalam mengemban tugas yang demikian berat. Pertengahan tahun 2007 (saya masih ingat) langkah maju dilakukan oleh wakil bupati, Pak Anwar membuat sebuah pertemuan dengan OKP/Ormas yang ada di Aceh Besar, sesuatu yang harus di hargai. Namun masih ada kelemahannya, seperti masih ada OKP/Ormas yang malah tidak tau sama sekali kalau adanya pertemuan dimaksud. Dalam pertemuan tersebut, di dapat beberapa buah kesimpulan di antaranya adalah, pertama; Lemahnya peran yang dimainkan oleh Pemda Aceh Besar, dalam hal ini adalah Kapora Aceh Besar dalam pembinaan OKP/Ormas yang ada di Aceh Besar, kedua; ketidak berfungsian atau mandeknya KNPI sebagai organisasi pemuda yang dianggap cukup mapan (mungkin, ‘anak kandungnya pemerintah’) juga menjadi masalah yang harus diselesaikan, ketiga; lemahnya pengkaderan dan ketidak berdayaan OKP/Ormas yang ada (katakanlah salah satunya Himab dengan kondisi yang masih memprihatinkan--2008----semoga saat ini sudah jauh lebih baik), keempat; kurangnya partisipasi masyarakat dalam menumbuh kembangkan OKP/Ormas yang ada dalam lingkungannya dan kelima; birokrasi yang menghambat tumbuh suburnya OKP/Ormas yang ada. Yang jelas dari uraian di atas memberikan sebuah gambaran bahwa, adanya sesuatu yang salah sehingga mengakibatkan generasi muda Aceh Besar dan Daerah kehilangan jati dirinya. Mungkin kita sudah sangat sering bermimpi, namun tidak pernah merealisasikannya.
Pembangunan sarana dan prasarana olah raga, gedung-gedung yang megah (walaupun itu juga dibutuhkan) slogan-slogan, janji-janji, tidak akan dapat mengubah apapun dan tidak akan mampu menciptakan sumber daya manusia yang handal. Kuncinya adalah pelibatan masyarakat dalam segala lini pembangunan, yang itu dapat dimulai dengan peningkatan sumber daya manusia secara bertahap, terencana dan berkelanjutan, yang jelas dunia pendidikan harus menjadi prioritas utama. Bukan “menjadikan itu sebagai proyek untuk menghabiskan anggaran yang sudah ada” tapi harus bermanfaat untuk masyarakat luas. Kalangan dewan pun harus sigap dalam menghadapi berbagai keadaan yang ada dalam masyarakat, vocal dalam memperjuangkan amanah rakyat, bukan atas kepentingan deal-deal politik semata. Cukuplah main kucing-kucingan dengan rakyat, sistim melempar bola harus dihilangkan. Sedih ketika saya mendengar ada beberapa warga masyarakat kita (orang yang sangat saya kenal), dalam upayanya memperoleh pelayanan yang sudah menjadi haknya. Ternyata beliau harus dilempar kesana-kemari bak bola kaki kedinas inilah, dinas itulah. Saat ke kantor Dewan disuruh ke kantor Bupati, dari kantor bupati disuruh ke Dinas, ya...!, itulah potretnya. Subhanallah...., semoga tidak lagi terulang. Hanya untuk selembar kertas atau untuk mendapatkan sebuah kejelasan dari pihak terkait, ada masyarakat kita yang tersakiti.

III.    Peran Masyarakat
Sebagai masyarakat tentunya tidak bisa menyalahkan pemerintah sepenuhnya atas apa yang terjadi terhadap daerah, minimal kita berkontribusi dalam memberikan hak suara kepada Bupati dan Wakil Bupati, juga buat anggota dewan yang kita yakini dengan suara lantang akan memperjuangkan kepentingan kita. Kontribusi tenaga dan pemikiran juga harus kita berikan. Sebagai OKP/Ormas mungkin kita tidak lagi kritis, tidak lagi berperan sebagai control sosial, menjadi pengecut dan picik. Kita harus bercermin kembali, kenapa saya, lembaga saya, dan masyarakat saya seperti ini. Beberapa OKP/Ormas yang mandek atau berjalan di tempat, harus segera di akhiri. Wahai segenap pimpinan OKP/Ormas, kalau sudah tidak mampu maka berilah kesempatan buat yang lain untuk menggantikanmu. Jangan hanya bisa mengkritik, tanpa solusi. Tapi jadilah tukang kritik yang penuh ide brilian/inspirasi dan siap melaksanakannya sebagai wujud dari pengorbananmu.
Peran lembaga dan masyarakat sebagai control sosial harus tetap dilanjutkan, dengan memperkuat kapasitas individu maupun Community. Kalau pemerintah berlaku zalim, anggota dewan tidak lagi melaksanakan amanahmu, aparat terkait (termasuk aparat keamanan dan kelompok-kelompok tertentu yang ada dalam masyarakat) sudah layak di amankan. Maka tidak ada kata lain, selain “Lawan mereka”. Tapi ingat, kita bukan berada di hutan (seperti pelaku Ilegal logging itu) yang tak beraturan (jahiliah modern), kita punya aturan. Dan bila aturan sudah tidak lagi bisa berfungsi untuk mengatur, akibat tingginya orang yang di gantung dari tiang gantungan, maka cara lain..., barangkali  akan menjadi solusi ala rambo. Ingat peranmu apa dan dimana. Sudah saatnya masyarakat juga menghentikan kejahatan kolektifnya, tidak keasikan pada protes-protes yang malah akan merusak (mari memperbaiki).

IV.    Peran Himaspta
Blang Bintang sebagai kecamatan termuda di Aceh Besar, dengan semangat yang luar biasa dari para perintis dalam mewujudkan ‘daerah sekitaran Bandara SIM’ menjadi sebuah kecamatan sendiri bukan tidak punya makna apa-apa. Keikhlasan dan ketulusan dalam memperjuangkan aspirasi segenap masyarakat Blang Bintang kini sampai sudah, namun kita harus ingat bahwa; “terbentuknya kecamatan Blang Bintang bukanlah cita-cita akhir kita”, Substansinya adalah bagaimana segenap komponen generasi Masyarakat Blang Bintang untuk dapat mewujudkan kesejahteraan bagi segenap warga Blang Bintang dengan mengenyampingkan kepentingan individu maupun kelompok. Kita harus yakin bahwa; pada akhirnya egoisme, sombong, angkuh, dendam, mementingkan diri sendiri dan golongan tidak akan kekal, yang ada hanyalah membawa kemudharatan bagi diri dan lingkungan kita semua.
Peran Himaspta dalam hal ini haruslah lebih optimal, sebagai representative dari masyarakat Blang Bintang secara umum. Kecamatan Blang Bintang saat ini sedang membangun, pertanyaannya adalah apa yang bisa kita berikan untuk Blang Bintang, bukan ‘apa yang bisa kita dapatkan dari kecamatan ini’, tentunya sangat kita pahami bahwa hidup ini butuh kepada materi. Dalam pergerakan para aktifis (termasuk aktifis kita di Blang Bintang) tidak asing bagi kita dengan istilah “Mari kita menghidupkan Himaspta, bukan mencari hidup dari Himaspta. Menjadi pengurus Himaspta bukan untuk di urus, tetapi untuk mengurus ‘Masyarakat’”. Makna yang terkandung dalam penggalan tulisan di atas haruslah menjadi jiwa bagi kita dalam mengambil peran dan memposisikan diri kita sebagai warga masyarakat Blang Bintang yang baik dan bertanggung jawab terhadap daerah dan generasi bangsa yang hari ini menjadi tanggung jawab kita.
Akhirnya penulis ingin mengatakan bahwa; Blang Bintang hari ini berada di tangan kita, himaspta termasuk di dalamnya. Maju mundurnya Himaspta menjadi tanggung jawab bagi kita semua, sehingga jika kita ingin melihat Blang Bintang secara keseluruhan ‘maka lihatlah Himaspta’. Kapasitas Himaspta harus diperkuat, sehingga dalam berbagai advokasi yang akan dilakukan mencapai hasil maksimal (menyelesaikan masalah tanpa meningalkan masalah). Blang Bintang kini sedang membangun, menuju peradaban yang lebih gemilang. Peran apa yang harus kita ambil, posisi dimana, mau kemana dan dimana...! banyak pertanyaan yang harus kita jawab, sudah siapkah kita...? jangan-jangan kita hanya akan menjadi tamu di rumah kita sendiri, untuk itu tidak ada cara lain selain meningkatkan Sumber Daya Manusia Blang Bintang yang handal untuk menyambut kemajuan dan tantangan zaman. Perjuangan belum berakhir, Mubes ke-III Himaspta diharapkana akan menjadi momentum regenerasi para pejuang-pejuang muda yang akan memegang estafet kepemimpinan lembaga dalam mewadahi segenap aspirasi warga Blang Bintang. Selamat berjuang di era demokrasi dan keterbukaan dalam bimbingan Allah SWT menuju masyarakat yang dicita-citakan.
Para pengambil kebijakan dan pelaksana teknis harusnya dapat memahami betul dimana dan apa perannya dalam membangun Aceh Besar, sehingga dengan penuh rasa bangga kita akan berani mengatakan “Inilah Aceh Besar yang kita cita-citakan”. Terima kasih kita ucapkan kepada para pengambil kebijakan (legislatif) dan pelaksana teknis (Eksekutif) maupun pihak yudikatif, peningkatan pelayanan akan selalu menjadi harapan segenap masyarakat Aceh besar. Kita juga menyadari betul, anda-anda bukanlah manusia yang sempurna sama halnya dengan kita semua, namun perlu di ingat anda-anda memiliki wewenang lebih selaku pemegang amanah. Ditingkat kecamatan maupun sub-subnya (Mukim, Gampong dst) juga memiliki tanggung jawab yang sama, termasuk Himaspta. Ingat, setiap kamu adalah pemimpin yang akan ditanyai (di adili) dalam kepemimpinanmu itu. Allah maha tahu, yang mungkin kamu tidak mengetahuinya. Yakinlah Allah maha adil, juga untuk orang-orang yang tidak mendapatkan keadilan. Imanilah, bahwa Allah akan membalas setiap kedhaliman dan ketidak adilan yang pernah terjadi, Manusia terzalimi, hutan (alam) yang digagahi dan amanah yang diabaikan. Penulis yakin, tidak ada hujan yang takkan reda; pastilah habis gelap terbitlah terang.
V.      Rekomendasi
Setelah mengamati perkembangan daerah dan masukan dari sahabat-sahabat tercinta yang juga memiliki perhatian besar untuk kemajuan daerah, maka ada beberapa hal yang menjadi rekomendasi kami disini, diantaranya adalah:
1.       Menjadi suatu tugas berat bagi pemda Aceh Besar untuk membuka keterisolasian wilayah, terutama akses transportasi dan komunikasi (informasi).
2.       Sarana dan prasarana adalah sebagai pendukung, sementara Sumber Daya Manusia menjadi kunci utama dalam pembangunan daerah. Sehingga upaya pembinaan dan peningkatan SDM menjadi sangat penting.
3.       Pemda Aceh Besar harus dapat memastikan bahwa peran dan fungsi Kapora serta KNPI Aceh Besar berjalan dengan baik menuju pembangunan daerah yang lebih baik.
4.       Harus adanya intervensi Pemda terhadap kemandekan beberapa OKP/Ormas yang ada sehingga menjadi aktif kembali dan juga memastikan tidak adanya pihak yang memanfaatkan OKP/Ormas selain untk kepentingan Daerah.
5.       Pemerintah Kab. Aceh Besar harus lebih tegas dalam bertindak terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dengan prinsip proporsional dan professional.
6.       Birokrasi harus dipermudah dan dipersingkat demi pelayanan yang maksimal.
7.       Dalam membuat kebijakan yang strategis, khususnya untuk dewan harus betul-betul mampu menyerap aspirasi kalangan grass roat (masyarakat kelas bawah). Dan beberapa Qanun yang dibutuhkan sesegera mungkin untuk diselesaikan, contohnya adalah Qanun tentang pemberian donasi untuk kec. Blang Bintang 25% dari retribusi Bandara SIM 5.000 per-penumpang.
8.       Himaspta haruslah mengambil peran yang nyata dalam membangun Blang Bintang secara Khusus dan Aceh secara Umum. Menjadi kontrol sosial dan Agen of Change (Pelaku perubahan), penciptaan kader yang berbasis keummatan.

Wallahu’alam Bissawaf
Semoga Allah Senantiasa Membimbing Kita Semua, Amien.


                                                                                               Yogyakarta, 05 Januari 2009 
                                                                                                Hormat Penulis
                                                                                                  

                                                                                                ( Sabirin, S.Sos.I., M. Si )


Note:
Penulis adalah salah seorang pendiri HIMASPTA dan putra Blang Bintang, Aceh Besar dan sekarang(2014) sedang mengambil program Ph.D di USM Pulau Pinang, Malaysia Bidang Social Work.
Cp: 0852 6083 1134

Sumber Kiriman Email

0 komentar: