Oleh Sabirin
I.
Gambaran Umum Aceh Besar
KepemimpinanAceh Besar di bawah kendali Bukhari Daud dan Anwar Ahmat memasuki tahun kedua,
banyak tantangan, rintangan dan cobaan yang senantiasa mewarnai perjalanan
kariernya sebagai pemegang kekuasaan di Kabupaten yang secara geografis
berdekatan dengan ibu kota Prov.NAD ini. Sangat inronis memang bila kita
berbicara mengenai kebijakan yang telah di tetapkan oleh pemda Aceh Besar,
karena mengingat para pengambil kebijakan adalah orang-orang yang sangat tahu
apa, dimana dan bagaimana kebutuhan daerah dalam membangun Sumber Daya Manusia
yang handal dan pemanfaatan potensi alam yang maksimal sebesar-besarnya untuk
kepentingan masyarakat Aceh Besar secara khusus dan Nanggroe Aceh Darussalam
pada umumnya.
Pemuda adalah
salah satu unsur Bangsa yang mestinya mendapatkan pembinaan yang baik, terarah
dan terencana dalam mewujudkan cita-cita pembangunan daerah menjadi lebih baik
di masa yang akan datang. Syaratnya adalah peningkatan sumber daya manusia
menjadi mutlak untuk dilaksanakan. Media yang digunakan, sarana dan prasarana
pendukung serta pembinaan yang sustainable juga tidak bisa
dikesampingkan. Sebuah Negara, Provinsi ataupun kabupaten memiliki juklak dan
juknis yang jelas dengan titik tekan pada pemenuhan kebutuhan rakyat dan
meminimalisir terjadinya kesalahan di tahap pelaksanaa, apalagi di tingkat
pengambilan kebijakan.
Lebih
mengerucut, kita akan melihat apa kebijakan yang telah di ambil oleh Pemda AcehBesar dalam peningkatan SDM dan pemanfaatan SDA nya. Kita yakin pemerintah
telah melakukan yang terbaik untuk masyarakatnya (mungkin itu menurut
‘mereka’), dan kita sangat menghargai itu, namun bagaimana menurut masyarakat
sendiri...? Apakah kelemahan yang terjadi di tingkat OKP/ORMAS yang ada di Aceh
Besar itu tidak menjadi bukti, betapa kita harus membenah diri dalam membangun
daerah tercinta. Siapa yang harus kita salahkan, penulis akan mencoba menarik
garis lurus dalam melihat persoalan ini, ternyata, “Kesalahan itu kita lakukan
secara berjamaah”. Kemudian timbul lagi pertanyaan, siapa yang paling
bertanggung jawab...?, alangkah bijak jika kita dengan berani, memberikan
jawaban bahwa saya, kita atau kami
yang paling bertanggung jawab serta berkomitmen penuh untuk memperbaikinya dari
sekarang. Sosok itu tentunya yang menjadi harapan masyarakat Aceh Besar secara
umum.
Kebijakan yang
telah ada untuk memberikan bantuan berupa dana untuk OKP/Ormas tertentu apakah
akan menjadi masalah dikemudian hari, tentunya ini sudah terjawab dengan
sendirinya seiring perjalanan waktu. Yang pasti adalah tidak semua OKP/Ormas
yang mendapatkan bantuan itu (apakah ini bentuk keadilan yang baru...!), di
sisi yang lain ini akan mematikan kreatifitas OKP/Ormas. Atau mungkin inilah
pendidikan (proyek) yang diberikan oleh Pemda (layaknya yang dilakukan oleh
beberapa Dinas..., hanya menghabiskan anggaran dan untuk kalangan sendiri
saja). Bila ini yang terjadi, apa yang bisa diharapkan dari generasi muda kita
(OKP/Ormas), dan penulis sangat yakin sikap kritis, aktif, kreatif, inovatif, bermoral dan berkomitmen tinggi untuk
membangun daerah akan jauh dari harapan. Kearifan dan tingkat
selektif dalam memilih mana yang bisa di bantu dan mana yang tidak, akan sangat
membantu, bukan pada masalah kedekatan ataupun hubungan kekerabatan, apalagi
adanya unsur kepentingan. Mari kita berkaca, pantaskah kita disebut abdi
masyarakat....!
II.
Peran Pemda Aceh Besar
Pemerintah
daerah tingkat II, memiliki perangkat pelaksana yang sudah diatur sedemikian
rupa seharusnya mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Salah satu kebijakan Bapak
Bupati, Bukhari Daud untuk mengirim
pelajar putus sekolah ke Bandung merupakan langkah maju untuk daerah tercinta
ini. sikap berani untuk menghentikan galian C yang telah merusak aliran sungai krueng
aceh juga layak di acungi jempol, walaupun terkesan agak terlambat. Praktek
illegal loging, masih tetap menjadi maop (antara Nampak dan tidak
nampak), semoga terbuka hati kita untuk bersikap tegas terhadap upaya perusakan
alam ini. Harapan kita untuk pak Bupati
yang telah kita pilih secara demokratis agar lebih tegas sesuai jalur/aturan
yang ada. Sekarang saatnya kita memperjelas antara hitam dan putih. Kebijakan
secara umum berada di tangan seorang Bupati dan staff nya, kenapa mesti takut
ataupun ragu-ragu dalam bertindak. (semoga argument yang saya sampaikan salah,
amien).
Keberadaan wakil
bupati membawa nilai positif bagi pemda, dimana akan lebih mudah dalam job description
dan bupati tidak merasa sendiri dalam mengemban tugas yang demikian berat. Pertengahan
tahun 2007 (saya masih ingat) langkah maju dilakukan oleh wakil bupati, Pak
Anwar membuat sebuah pertemuan dengan OKP/Ormas yang ada di Aceh Besar, sesuatu
yang harus di hargai. Namun masih ada kelemahannya, seperti masih ada OKP/Ormas
yang malah tidak tau sama sekali kalau adanya pertemuan dimaksud. Dalam
pertemuan tersebut, di dapat beberapa buah kesimpulan di antaranya adalah, pertama;
Lemahnya peran yang dimainkan oleh Pemda Aceh Besar, dalam hal ini adalah Kapora
Aceh Besar dalam pembinaan OKP/Ormas yang ada di Aceh Besar, kedua;
ketidak berfungsian atau mandeknya KNPI sebagai organisasi pemuda yang dianggap
cukup mapan (mungkin, ‘anak kandungnya pemerintah’) juga menjadi masalah yang
harus diselesaikan, ketiga; lemahnya pengkaderan dan ketidak berdayaan
OKP/Ormas yang ada (katakanlah salah satunya Himab dengan kondisi yang masih
memprihatinkan--2008----semoga saat ini sudah jauh lebih baik), keempat;
kurangnya partisipasi masyarakat dalam menumbuh kembangkan OKP/Ormas yang ada
dalam lingkungannya dan kelima; birokrasi yang menghambat tumbuh
suburnya OKP/Ormas yang ada. Yang jelas dari uraian di atas memberikan sebuah
gambaran bahwa, adanya sesuatu yang salah sehingga mengakibatkan generasi muda
Aceh Besar dan Daerah kehilangan jati dirinya. Mungkin kita sudah sangat sering
bermimpi, namun tidak pernah merealisasikannya.
Pembangunan
sarana dan prasarana olah raga, gedung-gedung yang megah (walaupun itu juga
dibutuhkan) slogan-slogan, janji-janji, tidak akan dapat mengubah apapun dan
tidak akan mampu menciptakan sumber daya manusia yang handal. Kuncinya adalah
pelibatan masyarakat dalam segala lini pembangunan, yang itu dapat dimulai
dengan peningkatan sumber daya manusia secara bertahap, terencana dan
berkelanjutan, yang jelas dunia pendidikan harus menjadi prioritas utama. Bukan
“menjadikan itu sebagai proyek untuk menghabiskan anggaran yang sudah ada” tapi
harus bermanfaat untuk masyarakat luas. Kalangan dewan pun harus sigap dalam
menghadapi berbagai keadaan yang ada dalam masyarakat, vocal dalam
memperjuangkan amanah rakyat, bukan atas kepentingan deal-deal politik semata.
Cukuplah main kucing-kucingan dengan rakyat, sistim melempar bola harus
dihilangkan. Sedih ketika saya mendengar ada beberapa warga masyarakat kita (orang
yang sangat saya kenal), dalam upayanya memperoleh pelayanan yang sudah menjadi
haknya. Ternyata beliau harus dilempar kesana-kemari bak bola kaki kedinas
inilah, dinas itulah. Saat ke kantor Dewan disuruh ke kantor Bupati, dari
kantor bupati disuruh ke Dinas, ya...!, itulah potretnya. Subhanallah....,
semoga tidak lagi terulang. Hanya untuk selembar kertas atau untuk mendapatkan
sebuah kejelasan dari pihak terkait, ada masyarakat kita yang tersakiti.
III.
Peran Masyarakat
Sebagai
masyarakat tentunya tidak bisa menyalahkan pemerintah sepenuhnya atas apa yang
terjadi terhadap daerah, minimal kita berkontribusi dalam memberikan hak suara
kepada Bupati dan Wakil Bupati, juga buat anggota dewan yang kita yakini dengan
suara lantang akan memperjuangkan kepentingan kita. Kontribusi tenaga dan
pemikiran juga harus kita berikan. Sebagai OKP/Ormas mungkin kita tidak lagi
kritis, tidak lagi berperan sebagai control sosial, menjadi pengecut dan picik.
Kita harus bercermin kembali, kenapa saya, lembaga saya, dan masyarakat saya
seperti ini. Beberapa OKP/Ormas yang mandek atau berjalan di tempat, harus
segera di akhiri. Wahai segenap pimpinan OKP/Ormas, kalau sudah tidak mampu
maka berilah kesempatan buat yang lain untuk menggantikanmu. Jangan hanya bisa
mengkritik, tanpa solusi. Tapi jadilah tukang kritik yang penuh ide brilian/inspirasi
dan siap melaksanakannya sebagai wujud dari pengorbananmu.
Peran lembaga
dan masyarakat sebagai control sosial harus tetap dilanjutkan, dengan
memperkuat kapasitas individu maupun Community. Kalau pemerintah berlaku zalim,
anggota dewan tidak lagi melaksanakan amanahmu, aparat terkait (termasuk aparat
keamanan dan kelompok-kelompok tertentu yang ada dalam masyarakat) sudah layak
di amankan. Maka tidak ada kata lain, selain “Lawan mereka”. Tapi ingat, kita
bukan berada di hutan (seperti pelaku Ilegal logging itu) yang tak beraturan
(jahiliah modern), kita punya aturan. Dan bila aturan sudah tidak lagi bisa
berfungsi untuk mengatur, akibat tingginya orang yang di gantung dari tiang gantungan,
maka cara lain..., barangkali akan
menjadi solusi ala rambo. Ingat peranmu apa dan dimana. Sudah saatnya
masyarakat juga menghentikan kejahatan kolektifnya, tidak keasikan pada
protes-protes yang malah akan merusak (mari memperbaiki).
IV.
Peran Himaspta
Blang Bintang
sebagai kecamatan termuda di Aceh Besar, dengan semangat yang luar biasa dari
para perintis dalam mewujudkan ‘daerah sekitaran Bandara SIM’ menjadi sebuah
kecamatan sendiri bukan tidak punya makna apa-apa. Keikhlasan dan ketulusan
dalam memperjuangkan aspirasi segenap masyarakat Blang Bintang kini sampai
sudah, namun kita harus ingat bahwa; “terbentuknya kecamatan Blang Bintang
bukanlah cita-cita akhir kita”, Substansinya adalah bagaimana segenap
komponen generasi Masyarakat Blang Bintang untuk dapat mewujudkan kesejahteraan
bagi segenap warga Blang Bintang dengan mengenyampingkan kepentingan individu
maupun kelompok. Kita harus yakin bahwa; pada akhirnya egoisme, sombong,
angkuh, dendam, mementingkan diri sendiri dan golongan tidak akan kekal, yang
ada hanyalah membawa kemudharatan bagi diri dan lingkungan kita semua.
Peran Himaspta
dalam hal ini haruslah lebih optimal, sebagai representative dari masyarakat
Blang Bintang secara umum. Kecamatan Blang Bintang saat ini sedang membangun,
pertanyaannya adalah apa yang bisa kita berikan untuk Blang Bintang, bukan ‘apa
yang bisa kita dapatkan dari kecamatan ini’, tentunya sangat kita pahami
bahwa hidup ini butuh kepada materi. Dalam pergerakan para aktifis (termasuk
aktifis kita di Blang Bintang) tidak asing bagi kita dengan istilah “Mari
kita menghidupkan Himaspta, bukan mencari hidup dari Himaspta. Menjadi pengurus
Himaspta bukan untuk di urus, tetapi untuk mengurus ‘Masyarakat’”. Makna
yang terkandung dalam penggalan tulisan di atas haruslah menjadi jiwa bagi kita
dalam mengambil peran dan memposisikan diri kita sebagai warga masyarakat Blang
Bintang yang baik dan bertanggung jawab terhadap daerah dan generasi bangsa
yang hari ini menjadi tanggung jawab kita.
Akhirnya penulis
ingin mengatakan bahwa; Blang Bintang hari ini berada di tangan kita, himaspta
termasuk di dalamnya. Maju mundurnya Himaspta menjadi tanggung jawab bagi kita
semua, sehingga jika kita ingin melihat Blang Bintang secara keseluruhan ‘maka
lihatlah Himaspta’. Kapasitas Himaspta harus diperkuat, sehingga dalam
berbagai advokasi yang akan dilakukan mencapai hasil maksimal (menyelesaikan
masalah tanpa meningalkan masalah). Blang Bintang kini sedang membangun, menuju
peradaban yang lebih gemilang. Peran apa yang harus kita ambil, posisi dimana,
mau kemana dan dimana...! banyak pertanyaan yang harus kita jawab, sudah
siapkah kita...? jangan-jangan kita hanya akan menjadi tamu di rumah kita
sendiri, untuk itu tidak ada cara lain selain meningkatkan Sumber Daya Manusia Blang
Bintang yang handal untuk menyambut kemajuan dan tantangan zaman. Perjuangan
belum berakhir, Mubes ke-III Himaspta diharapkana akan menjadi momentum
regenerasi para pejuang-pejuang muda yang akan memegang estafet kepemimpinan
lembaga dalam mewadahi segenap aspirasi warga Blang Bintang. Selamat berjuang
di era demokrasi dan keterbukaan dalam bimbingan Allah SWT menuju masyarakat
yang dicita-citakan.
Para pengambil
kebijakan dan pelaksana teknis harusnya dapat memahami betul dimana dan apa
perannya dalam membangun Aceh Besar, sehingga dengan penuh rasa bangga kita
akan berani mengatakan “Inilah Aceh Besar yang kita cita-citakan”. Terima kasih
kita ucapkan kepada para pengambil kebijakan (legislatif) dan pelaksana teknis
(Eksekutif) maupun pihak yudikatif, peningkatan pelayanan akan selalu menjadi
harapan segenap masyarakat Aceh besar. Kita juga menyadari betul, anda-anda
bukanlah manusia yang sempurna sama halnya dengan kita semua, namun perlu di
ingat anda-anda memiliki wewenang lebih selaku pemegang amanah. Ditingkat kecamatan
maupun sub-subnya (Mukim, Gampong dst) juga memiliki tanggung jawab yang sama,
termasuk Himaspta. Ingat, setiap kamu adalah pemimpin yang akan ditanyai (di
adili) dalam kepemimpinanmu itu. Allah maha tahu, yang mungkin kamu tidak
mengetahuinya. Yakinlah Allah maha adil, juga untuk orang-orang yang tidak
mendapatkan keadilan. Imanilah, bahwa Allah akan membalas setiap kedhaliman dan
ketidak adilan yang pernah terjadi, Manusia terzalimi, hutan (alam) yang
digagahi dan amanah yang diabaikan. Penulis yakin, tidak ada hujan yang
takkan reda; pastilah habis gelap terbitlah terang.
V.
Rekomendasi
Setelah
mengamati perkembangan daerah dan masukan dari sahabat-sahabat tercinta yang
juga memiliki perhatian besar untuk kemajuan daerah, maka ada beberapa hal yang
menjadi rekomendasi kami disini, diantaranya adalah:
1.
Menjadi suatu tugas berat bagi
pemda Aceh Besar untuk membuka keterisolasian wilayah, terutama akses
transportasi dan komunikasi (informasi).
2.
Sarana dan prasarana adalah
sebagai pendukung, sementara Sumber Daya Manusia menjadi kunci utama dalam
pembangunan daerah. Sehingga upaya pembinaan dan peningkatan SDM menjadi sangat
penting.
3.
Pemda Aceh Besar harus dapat
memastikan bahwa peran dan fungsi Kapora serta KNPI Aceh Besar berjalan dengan
baik menuju pembangunan daerah yang lebih baik.
4.
Harus adanya intervensi Pemda
terhadap kemandekan beberapa OKP/Ormas yang ada sehingga menjadi aktif kembali
dan juga memastikan tidak adanya pihak yang memanfaatkan OKP/Ormas selain untk
kepentingan Daerah.
5.
Pemerintah Kab. Aceh Besar
harus lebih tegas dalam bertindak terutama yang menyangkut hajat hidup orang
banyak, dengan prinsip proporsional dan professional.
6.
Birokrasi harus dipermudah dan
dipersingkat demi pelayanan yang maksimal.
7.
Dalam membuat kebijakan yang
strategis, khususnya untuk dewan harus betul-betul mampu menyerap aspirasi
kalangan grass roat (masyarakat kelas bawah). Dan beberapa Qanun yang
dibutuhkan sesegera mungkin untuk diselesaikan, contohnya adalah Qanun tentang pemberian
donasi untuk kec. Blang Bintang 25% dari retribusi Bandara SIM 5.000
per-penumpang.
8.
Himaspta haruslah mengambil
peran yang nyata dalam membangun Blang Bintang secara Khusus dan Aceh secara
Umum. Menjadi kontrol sosial dan Agen of Change (Pelaku perubahan),
penciptaan kader yang berbasis keummatan.
Wallahu’alam Bissawaf
Semoga Allah Senantiasa Membimbing Kita
Semua, Amien.
Yogyakarta, 05 Januari 2009
Hormat Penulis
( Sabirin, S.Sos.I., M. Si )
Note:
Penulis adalah salah seorang pendiri HIMASPTA dan putra Blang Bintang, Aceh Besar dan sekarang(2014) sedang mengambil program Ph.D di USM Pulau Pinang, Malaysia Bidang Social
Work.
Cp: 0852 6083 1134
Sumber Kiriman Email
0 komentar:
Posting Komentar